Adakah korelasi antara hobi fotografi dan bisnis properti? Bagi Hartono Hosea, menekuni jagat memotret membuatnya lebih mengenal karakter seseorang, termasuk rekan bisnis. Bahkan, hobi itu juga bisa berkembang menjadi bisnis baru.
Di sela kesibukannya menangani divisi properti, Hartono yang juga salah satu putra pendiri Sun Motor Group, Imelda Sundoro, memperdalam ilmu fotografinya. Ketika membidikkan lensa pada objek di daratan bukan lagi masalah,dia terjun ke air. Di bawah air, Hartono Hosea menghasilkan karya-karya foto jempolan. Mengapa harus di bawah air? Berikut wawancara dengan
Hartono Hosea: Dari automotif ke properti,kini menekuni fotografi. Kapan mulai menyeriusi bidang ini?
Soal hobi,saya tipikal orang bosenan. Dari dulu cepat bosan sehingga suka gonta-ganti hobi. Mungkin sudah 20 kali saya ganti hobi. Pernah koleksi painting, tiga bulan kemudian sudah tidak tertarik lagi.Pernah menyenangi koleksi pin Hard Rock seluruh dunia bahkan sampai punya 3.000 lebih pin, tapi bosan juga setelah dua tahun.Terakhir, saya coba-coba beli kamera. Itu persisnya Mei 2007.
Benar-benar keinginan sendiri atau ada yang mendorong?
Awalnya saya ke toko kamera,mau beli kamera yang kecil-kecil itu, kamera pocket. Nah penjualnya bilang “ngapain beli pocket. Beli aja DSLR (digital single lens reflex?”Ya sudahlah, akhirnya saya mencoba. Saya masih ingat saat itu beli Canon 1000 D seharga Rp10 juta.Terus coba-coba memotret.
Mulai kapan benar-benar diseriusi?
Sekitar dua atau tiga pekan setelah beli kamera yang pertama,saya beli lagi 5D.Kemudian saya ikut les fotografi.Itu sekitar Juni 2007, les fotografi selama dua pekan di kawasan Kwitang.Setelah itu berjalan terus.
Sebenarnya apa yang sangat menarik dari hobi ini sehingga bertahan lama?
Setelah empat tahun,saya makin bersemangat. Ternyata foto itu tidak ada habisnya. Beda dengan yang lain, dulu beli ini itu, beli lukisan, beli pin, beli arloji. Setelah beli, mau apa? Ya sudah, selesai.Kalau ingin lagi,ya beli lagi.Kalau foto, ternyata makin kita pelajari, makin sulit.Jadi,kayaknya penuh tantangan. Fotografi itu “lucu”, ada ego-nya. Tidak ada duitnya,yang ada ego.Ini ada pengalaman saat awal memulai hobi fotografi, banyak yang sirik.
Maksudnya?
Banyak yang meledek.Ada yang bilang, walah baru belajar saja sudah beli (kamera) mahal-mahal.Ada juga yang bilang “the man behind the gun-lah” atau semacam itulah.Karena sering diledek itulah saya jadi ingin membuat foto yang bagus.Saya belajar. Sejak saat itu saya terus belajar.Tiap weekend, Sabtu biasanya, saya tidak pernah absen memotret. Nah, saya memotret apa saja.Dari under water,lanskap,fashion, modeling, dan sebagainaya. Termasuk saya suka fotografi makro, tapi saya suka foto makro di bawah air.
Mengapa harus under water photography?
Karena kesulitannya tinggi. Saya suka foto yang kesulitannya tinggi. Seperti melahirkan ide.Ide itu kecilkecil, saya cari di bawah air. Itu susah.
Bukankah di alam terbuka pun bisa menghasilkan karya bagus?
Saya mikirnya begini.Awalnya saya suka memotret model,fashion. Untuk memotret model, apa yang sulit ya? Padahal, saya butuh sesuatu yang istimewa.Fotografi itu begini, kalau ada fotografer sudah sama-sama jago, berarti tinggal adu konsep untuk menghasilkan karya hebat. Anda bisa memotret, saya bisa memotret.Foto mana yang bagus? Ya kembali ke konsep, mana yang bagus.Soal lighting sudah bisa, komposisi bisa, basic juga paham, apalagi kalau bukan konsep untuk mencari tahu mana yang bagus.Kalau mengadu konsep, apa yang sulit? Yadi air. Karena itu, saya nyemplung. Saya les dulu hingga ambil advance.
Kapan itu?
Sekitar pertengahan 2009. Soal menyelam ini, saya dulu bahkan tidak berani masuk air karena pernah mimisan (hidung keluar darah) saat menyelam di laut. Waktu itu di Bali saat remaja. Saya cuma main-main, menyelam, berpegangan tali, kemudian turun. Eh mimisan. Saya seketika naik dan sejak saat itu takut menyelam.Namun begitu mendalami fotografi, saya jadi berani. Keinginan menghilangkan ketakutan.
Mengapa begitu yakin fotografi di bawah air itu merupakan penguasaan atas konsep memotret?
Ya itu tadi,kesulitannya sangat tinggi, dan kompleks. Banyak faktor yang harus diperhitungkan saat menekuni under water photography. Pertama, tentu harus bisa menyelam,diving.Itu juga butuh proses karena harus mengantongi sertifikat selam.Ketika sudah menyelam, persoalannya beda lagi. Banyak sekali tantangan saat memotret.
Seberapa sulit dibandingkan dengan tidak di air?
Setelah bisa menyelam, pertama kali masuk air, itu open water. Ini hanya di atas 15 meter,tidak boleh lebih dalam karena berisiko. Setelah dari open water, kalau mau memotret, fotografer kan harus stabil. Memotret dalam air kan tidak bisa sambil bergerak-gerak. Kalau Anda ambil napas, badan akan naik, kalau mengembuskan napas turun. Jadi,kalau sudah membidik objek ya harus mengatur napas, setengahsetengah. Faktor kesulitannya sangat banyak. Untuk teknik fotografi juga susah, kita mengatur napas juga ada kesulitan tersendiri.
Artinya,selalu ada peluang kegagalan mendapatkan foto yang diinginkan?
Pertama kali menyelam dan memotret, saya panik. Saya seperti orang terengah- engah,akibatnya tidak dapat objek. Untukmenentukanfokusjugatidak gampang.Di bawah air,terutama di laut, kanada gelombang sehingga badan bergerak- gerak terus. Di bawah air,semuanya (peralatan fotografi) menjadi manual dan butuh kesabaran ekstratinggi.
Berarti tidak sekadar fotografi ketika masuk laut dan memotret?
Ya betul, mental dan ketenangan juga diperlukan.Saya ada foto ular laut kawin.Memotret ini harus sangat hatihati. Kalau tergigit, ada dua pilihan. Naik ke atas dan potong bagian tubuh yang digigit, atau mati.Kena bisa ular laut dua jam bisa mati. Jadi, memang kesulitan fotografi ini sangat tinggi.
Mengapa lebih banyak makro? Tidak ingin menghasilkan karya yang wide angle?
Karena menyesuaikan perairan yang dimasuki.Kebetulan yang sekarang ini lebih tepat untuk fotografi makro.Ada rencana untuk mengambil yang wide di perairan Raja Ampat, Papua. Hanya waktunya yang belum memungkinkan karena masih banyak pekerjaan harus diselesaikan.Kalau hanya bisa tiga atau empat hari,rasanya belum cukup.
Apa rencana besar ke depan? Menggelar pameran?
Ada niat untuk menggelar pameran. Itu sedang dipersiapkan.Rencana lain, saya ingin menyeriusi dunia fotografi menjadi bisnis, tidak sekadar membuang uang.Suatu ketika ngobrol-ngobrol dengan Pak Sam Nugroho (fotografer interior dan komersial kenamaan Indonesia) tentang ide ini, nyambung. Next step ke situ,kami membuat sinergi dengan melahirkan Loop-H2 Portrait and Bridal. Kami jalan di bisnis fotografi prewed (prewedding). Mudah-mudahan Mei 2011 jalan.
Tidak takut dicap “memangsa” bisnis orang lain?
Tidaklah, ini kan pasar terbuka. Selain itu, saya ingin membidik kalangan kelas menengah ke atas. Malah saya pribadi ingin kelas yang tertinggi. Mengapa begitu? Karena kalau bicara segmen tertinggi, orang sudah tidak bicara harga. Selain itu, dengan di segmen teratas ini, harapannya tidak sekadar melayani jasa semata.Tidak sekadar memotret.
Sebagai fotografer,adakah korelasi hobi fotografi ini dengan bisnis Anda saat ini di dunia properti?
Kita belajar dari hobi ini. Orang itu baik atau tidak bisa terlihat.Karena fotografi butuh kesabaran. Bisa saja seseorang terlihat egonya keluar. Secara tidak langsung fotografi memberikan pelajaran pada kita untuk tahu karakteristik orang.
Ngomong-ngomong soal bisnis properti, apa saja target Sun Motor Group?
Basicly, Sun Motor itu memang di bidang automotif.Namun,sekarang ada divisi properti yang terus kami kembangkan. Ini mulai dari Novotel Solo pada 1997,sekarang sudah punya enam hotel. Yang paling baru Solo Paragon,ini hotel keenam.Mei atau Juni ini nanti mudahmudahan bisa buka All Session di Bali. Setelah itu, lima atau enam bulan berikutnya kami berharap bisa buka Ibis Bali.Iniyangkedelapan.Setelahitu,yang kesembilan Sun Heritage di Sunset Boulevard, Bali. Ini kondotel yang nantinya kami jual. Masih di Bali, kami merencanakanbukadualagi, yakniIbisdanFormula 1.Kami juga akan melangkah ke Jakarta dengan membuka Hotel Formula 1 di kawasan Daan Mogot,Jakarta Barat.
Mengapa fokus ke hotel, tidak bermain di mal atau apartemen?
Properti itu kan ada hotel,perumahan, apartemen, dan mal.Menurut saya di antara tiga atau empat pilihan itu yang paling gampang ya hotel. Sebab, setelah kita bangun hotel yang mengelola orang lain. Kalau kita kelola sendiri, kita puyeng.Namun, jika yang menangani orang-orang profesional luar negeri ya gak ada sulitnya.
Dan mengapa di Bali? Tidakkah sangat ketat persaingan di sana?
Bicara hotel itu kita harus lihat average penjualan kamar di kota tersebut, tinggi atau tidak? Selama itu tinggi, berarti kan masih potensi. Di Bali kelihatannya hotel sudah banyak, tapi yang datang kan juga banyak. Okupansi rate- nya masih tinggi juga. Masih di atas 70–80%.
Kalau rencana jangka panjang?
Kami ingin bisa go public karena kami punya aset. Kami banyak membangun hotel,itu semua milik kami.Banyak orang berbisnis di properti hanya sekadar membangun. Bangun, jual, dapat untung,sudah cukup.Namun,kami tidak karena kami punya aset, termasuk yang di Bali.Kami punya 6,4 milik sendiri,dan 2 yang kami jual.
Kapan rencana IPO tersebut?
Kami selesaikan dulu semua proyek sekarang. Kalau total aset tidak senilai minimal Rp300 miliar kan tidak bisa. Aset kami macam-macam,Novotel, misalnya, senilai Rp100 miliar.Kalau punya dua baru Rp200 miliar.Namun,yang lain kan ada yang kecil-kecil, tidak merata. Nanti kalau kami tidak bisa share 30% ke publik kan tidak menarik minat pembeli.
Dari keseluruhan bisnis hotel ini, berapa total pendapatan yang diraih?
Nanti kurang lebih kalau sudah terbangun delapan hotel ya keuntungan bisa tambah dua kali lipat dari sekarang. Satu hotel itu kurang lebih average Rp1 miliar per bulan. zen teguh
Di sela kesibukannya menangani divisi properti, Hartono yang juga salah satu putra pendiri Sun Motor Group, Imelda Sundoro, memperdalam ilmu fotografinya. Ketika membidikkan lensa pada objek di daratan bukan lagi masalah,dia terjun ke air. Di bawah air, Hartono Hosea menghasilkan karya-karya foto jempolan. Mengapa harus di bawah air? Berikut wawancara dengan
Hartono Hosea: Dari automotif ke properti,kini menekuni fotografi. Kapan mulai menyeriusi bidang ini?
Soal hobi,saya tipikal orang bosenan. Dari dulu cepat bosan sehingga suka gonta-ganti hobi. Mungkin sudah 20 kali saya ganti hobi. Pernah koleksi painting, tiga bulan kemudian sudah tidak tertarik lagi.Pernah menyenangi koleksi pin Hard Rock seluruh dunia bahkan sampai punya 3.000 lebih pin, tapi bosan juga setelah dua tahun.Terakhir, saya coba-coba beli kamera. Itu persisnya Mei 2007.
Benar-benar keinginan sendiri atau ada yang mendorong?
Awalnya saya ke toko kamera,mau beli kamera yang kecil-kecil itu, kamera pocket. Nah penjualnya bilang “ngapain beli pocket. Beli aja DSLR (digital single lens reflex?”Ya sudahlah, akhirnya saya mencoba. Saya masih ingat saat itu beli Canon 1000 D seharga Rp10 juta.Terus coba-coba memotret.
Mulai kapan benar-benar diseriusi?
Sekitar dua atau tiga pekan setelah beli kamera yang pertama,saya beli lagi 5D.Kemudian saya ikut les fotografi.Itu sekitar Juni 2007, les fotografi selama dua pekan di kawasan Kwitang.Setelah itu berjalan terus.
Sebenarnya apa yang sangat menarik dari hobi ini sehingga bertahan lama?
Setelah empat tahun,saya makin bersemangat. Ternyata foto itu tidak ada habisnya. Beda dengan yang lain, dulu beli ini itu, beli lukisan, beli pin, beli arloji. Setelah beli, mau apa? Ya sudah, selesai.Kalau ingin lagi,ya beli lagi.Kalau foto, ternyata makin kita pelajari, makin sulit.Jadi,kayaknya penuh tantangan. Fotografi itu “lucu”, ada ego-nya. Tidak ada duitnya,yang ada ego.Ini ada pengalaman saat awal memulai hobi fotografi, banyak yang sirik.
Maksudnya?
Banyak yang meledek.Ada yang bilang, walah baru belajar saja sudah beli (kamera) mahal-mahal.Ada juga yang bilang “the man behind the gun-lah” atau semacam itulah.Karena sering diledek itulah saya jadi ingin membuat foto yang bagus.Saya belajar. Sejak saat itu saya terus belajar.Tiap weekend, Sabtu biasanya, saya tidak pernah absen memotret. Nah, saya memotret apa saja.Dari under water,lanskap,fashion, modeling, dan sebagainaya. Termasuk saya suka fotografi makro, tapi saya suka foto makro di bawah air.
Mengapa harus under water photography?
Karena kesulitannya tinggi. Saya suka foto yang kesulitannya tinggi. Seperti melahirkan ide.Ide itu kecilkecil, saya cari di bawah air. Itu susah.
Bukankah di alam terbuka pun bisa menghasilkan karya bagus?
Saya mikirnya begini.Awalnya saya suka memotret model,fashion. Untuk memotret model, apa yang sulit ya? Padahal, saya butuh sesuatu yang istimewa.Fotografi itu begini, kalau ada fotografer sudah sama-sama jago, berarti tinggal adu konsep untuk menghasilkan karya hebat. Anda bisa memotret, saya bisa memotret.Foto mana yang bagus? Ya kembali ke konsep, mana yang bagus.Soal lighting sudah bisa, komposisi bisa, basic juga paham, apalagi kalau bukan konsep untuk mencari tahu mana yang bagus.Kalau mengadu konsep, apa yang sulit? Yadi air. Karena itu, saya nyemplung. Saya les dulu hingga ambil advance.
Kapan itu?
Sekitar pertengahan 2009. Soal menyelam ini, saya dulu bahkan tidak berani masuk air karena pernah mimisan (hidung keluar darah) saat menyelam di laut. Waktu itu di Bali saat remaja. Saya cuma main-main, menyelam, berpegangan tali, kemudian turun. Eh mimisan. Saya seketika naik dan sejak saat itu takut menyelam.Namun begitu mendalami fotografi, saya jadi berani. Keinginan menghilangkan ketakutan.
Mengapa begitu yakin fotografi di bawah air itu merupakan penguasaan atas konsep memotret?
Ya itu tadi,kesulitannya sangat tinggi, dan kompleks. Banyak faktor yang harus diperhitungkan saat menekuni under water photography. Pertama, tentu harus bisa menyelam,diving.Itu juga butuh proses karena harus mengantongi sertifikat selam.Ketika sudah menyelam, persoalannya beda lagi. Banyak sekali tantangan saat memotret.
Seberapa sulit dibandingkan dengan tidak di air?
Setelah bisa menyelam, pertama kali masuk air, itu open water. Ini hanya di atas 15 meter,tidak boleh lebih dalam karena berisiko. Setelah dari open water, kalau mau memotret, fotografer kan harus stabil. Memotret dalam air kan tidak bisa sambil bergerak-gerak. Kalau Anda ambil napas, badan akan naik, kalau mengembuskan napas turun. Jadi,kalau sudah membidik objek ya harus mengatur napas, setengahsetengah. Faktor kesulitannya sangat banyak. Untuk teknik fotografi juga susah, kita mengatur napas juga ada kesulitan tersendiri.
Artinya,selalu ada peluang kegagalan mendapatkan foto yang diinginkan?
Pertama kali menyelam dan memotret, saya panik. Saya seperti orang terengah- engah,akibatnya tidak dapat objek. Untukmenentukanfokusjugatidak gampang.Di bawah air,terutama di laut, kanada gelombang sehingga badan bergerak- gerak terus. Di bawah air,semuanya (peralatan fotografi) menjadi manual dan butuh kesabaran ekstratinggi.
Berarti tidak sekadar fotografi ketika masuk laut dan memotret?
Ya betul, mental dan ketenangan juga diperlukan.Saya ada foto ular laut kawin.Memotret ini harus sangat hatihati. Kalau tergigit, ada dua pilihan. Naik ke atas dan potong bagian tubuh yang digigit, atau mati.Kena bisa ular laut dua jam bisa mati. Jadi, memang kesulitan fotografi ini sangat tinggi.
Mengapa lebih banyak makro? Tidak ingin menghasilkan karya yang wide angle?
Karena menyesuaikan perairan yang dimasuki.Kebetulan yang sekarang ini lebih tepat untuk fotografi makro.Ada rencana untuk mengambil yang wide di perairan Raja Ampat, Papua. Hanya waktunya yang belum memungkinkan karena masih banyak pekerjaan harus diselesaikan.Kalau hanya bisa tiga atau empat hari,rasanya belum cukup.
Apa rencana besar ke depan? Menggelar pameran?
Ada niat untuk menggelar pameran. Itu sedang dipersiapkan.Rencana lain, saya ingin menyeriusi dunia fotografi menjadi bisnis, tidak sekadar membuang uang.Suatu ketika ngobrol-ngobrol dengan Pak Sam Nugroho (fotografer interior dan komersial kenamaan Indonesia) tentang ide ini, nyambung. Next step ke situ,kami membuat sinergi dengan melahirkan Loop-H2 Portrait and Bridal. Kami jalan di bisnis fotografi prewed (prewedding). Mudah-mudahan Mei 2011 jalan.
Tidak takut dicap “memangsa” bisnis orang lain?
Tidaklah, ini kan pasar terbuka. Selain itu, saya ingin membidik kalangan kelas menengah ke atas. Malah saya pribadi ingin kelas yang tertinggi. Mengapa begitu? Karena kalau bicara segmen tertinggi, orang sudah tidak bicara harga. Selain itu, dengan di segmen teratas ini, harapannya tidak sekadar melayani jasa semata.Tidak sekadar memotret.
Sebagai fotografer,adakah korelasi hobi fotografi ini dengan bisnis Anda saat ini di dunia properti?
Kita belajar dari hobi ini. Orang itu baik atau tidak bisa terlihat.Karena fotografi butuh kesabaran. Bisa saja seseorang terlihat egonya keluar. Secara tidak langsung fotografi memberikan pelajaran pada kita untuk tahu karakteristik orang.
Ngomong-ngomong soal bisnis properti, apa saja target Sun Motor Group?
Basicly, Sun Motor itu memang di bidang automotif.Namun,sekarang ada divisi properti yang terus kami kembangkan. Ini mulai dari Novotel Solo pada 1997,sekarang sudah punya enam hotel. Yang paling baru Solo Paragon,ini hotel keenam.Mei atau Juni ini nanti mudahmudahan bisa buka All Session di Bali. Setelah itu, lima atau enam bulan berikutnya kami berharap bisa buka Ibis Bali.Iniyangkedelapan.Setelahitu,yang kesembilan Sun Heritage di Sunset Boulevard, Bali. Ini kondotel yang nantinya kami jual. Masih di Bali, kami merencanakanbukadualagi, yakniIbisdanFormula 1.Kami juga akan melangkah ke Jakarta dengan membuka Hotel Formula 1 di kawasan Daan Mogot,Jakarta Barat.
Mengapa fokus ke hotel, tidak bermain di mal atau apartemen?
Properti itu kan ada hotel,perumahan, apartemen, dan mal.Menurut saya di antara tiga atau empat pilihan itu yang paling gampang ya hotel. Sebab, setelah kita bangun hotel yang mengelola orang lain. Kalau kita kelola sendiri, kita puyeng.Namun, jika yang menangani orang-orang profesional luar negeri ya gak ada sulitnya.
Dan mengapa di Bali? Tidakkah sangat ketat persaingan di sana?
Bicara hotel itu kita harus lihat average penjualan kamar di kota tersebut, tinggi atau tidak? Selama itu tinggi, berarti kan masih potensi. Di Bali kelihatannya hotel sudah banyak, tapi yang datang kan juga banyak. Okupansi rate- nya masih tinggi juga. Masih di atas 70–80%.
Kalau rencana jangka panjang?
Kami ingin bisa go public karena kami punya aset. Kami banyak membangun hotel,itu semua milik kami.Banyak orang berbisnis di properti hanya sekadar membangun. Bangun, jual, dapat untung,sudah cukup.Namun,kami tidak karena kami punya aset, termasuk yang di Bali.Kami punya 6,4 milik sendiri,dan 2 yang kami jual.
Kapan rencana IPO tersebut?
Kami selesaikan dulu semua proyek sekarang. Kalau total aset tidak senilai minimal Rp300 miliar kan tidak bisa. Aset kami macam-macam,Novotel, misalnya, senilai Rp100 miliar.Kalau punya dua baru Rp200 miliar.Namun,yang lain kan ada yang kecil-kecil, tidak merata. Nanti kalau kami tidak bisa share 30% ke publik kan tidak menarik minat pembeli.
Dari keseluruhan bisnis hotel ini, berapa total pendapatan yang diraih?
Nanti kurang lebih kalau sudah terbangun delapan hotel ya keuntungan bisa tambah dua kali lipat dari sekarang. Satu hotel itu kurang lebih average Rp1 miliar per bulan. zen teguh
No comments:
Post a Comment